Ketika Tuhan Tidak Mendengar Teriakanmu


David duduk di teras depan rumah pendeta Samuel dengan kepala tertunduk. Tangannya gemetar memegang surat PHK yang baru saja ia terima pagi tadi. Sudah tiga bulan mencari kerja, dan ini adalah pekerjaan terakhir yang ia punya.

"Kenapa, Tuhan? Kenapa?" bisiknya sambil menatap langit sore yang mulai mendung.

Ia bangkit dan mulai mengetuk pintu rumah pendeta Samuel dengan kasar. Tok! Tok! Tok!

"PENDETA SAMUEL! PENDETA!" teriaknya frustasi. "Saya butuh jawaban! Dimana Tuhan sekarang?!"

Tetapi tidak ada jawaban dari dalam rumah.

David semakin kalap. Selama ini pendeta Samuel selalu bilang, "Tuhan akan selalu ada, anak-Ku. Dia tidak akan pernah meninggalkanmu." Tapi sekarang? Dimana Dia ketika hidupku berantakan?

"PENDETA SAMUEL!" David berteriak lebih keras, sambil memukul pintu dengan kedua tangannya. "Katanya Tuhan selalu menolong! Lalu dimana Dia sekarang?! Dimana ketika saya kehilangan pekerjaan?! Dimana dia ketika tagihan menumpuk?!"

Air matanya mulai jatuh. Ia merasa sendirian, ditinggalkan, diabaikan. Bahkan oleh Tuhan yang selama ini ia percaya.

Di dalam rumah, pendeta Samuel yang sedang membaca Alkitab mendengar keributan itu. Ia tahu David sedang bergumul berat. Dengan perlahan, pendeta tua itu berdiri dan berjalan menuju pintu.

Ia membuka pintu dan melihat David yang berdiri dengan mata merah, nafas terengah-engah, dan wajah penuh keputusasaan.

Pendeta Samuel tersenyum lembut dan berkata sesuatu. Tapi David tidak mendengar.

"Apa, Pendeta? Saya tidak dengar!" kata David sambil menyeka air matanya.

Pendeta Samuel duduk di bangku kayu tua di teras rumahnya, lalu berkata lagi dengan suara yang sangat pelan. David harus mendekat untuk mendengar.

"Saya masih tidak bisa dengar, Pendeta. Bisakah bicara lebih keras?"

Pendeta Samuel menepuk tempat kosong di sampingnya, mengisyaratkan David untuk duduk. Ketika David sudah duduk tepat di sebelahnya, pendeta tua itu berbisik lembut di telinganya:

"David, anakku... ketika kita sedang berteriak karena kesakitan, kita tidak bisa mendengar suara-Nya. Tuhan tidak selalu berteriak kembali kepada kita. Seringkali, Dia berbisik. Dan untuk mendengar bisikan, kita harus mendekat."

David terdiam. Kata-kata itu seperti menampar hatinya dengan lembut.

"Tuhan tidak tuli terhadap teriakanmu, David. Tapi mungkin kamu yang terlalu ribut untuk mendengar jawaban-Nya."

David merasakan sesuatu yang aneh di dadanya. Seperti ada kehangatan yang perlahan menenangkan badai di dalam hatinya.

"Tapi kenapa Dia tidak menjawab dengan keras, Pendeta? Kenapa harus berbisik?"

Pendeta Samuel tersenyum sambil menatap langit yang mulai gelap. "Karena ketika kita mendekat untuk mendengar bisikan-Nya, kita juga mendekat kepada-Nya. Dan di situlah kita menemukan bukan hanya jawaban, tapi juga kedamaian."

David mulai mengerti. Selama ini ia menuntut Tuhan menjawab dari kejauhan, sementara ia sendiri tidak mau mendekat.

"Cobalah sekarang, David. Tutup matamu. Diamlah sejenak. Biarkan Dia berbisik kepadamu."

David menutup mata. Untuk pertama kalinya dalam berbulan-bulan, ia tidak berteriak, tidak menuntut, tidak protes. Ia hanya... diam.

Dan dalam keheningan itu, ia mendengar sesuatu. Bukan suara yang keras, bukan jawaban yang instant. Tapi ada kedamaian yang turun perlahan ke dalam hatinya.

Ada bisikan lembut: "Aku ada bersamamu. Aku tidak akan meninggalkanmu. Percayalah."

David membuka mata, dan untuk pertama kalinya dalam berbulan-bulan, ia tersenyum. Bukan karena masalahnya sudah selesai, tapi karena ia tahu ia tidak sendirian.

Refleksi untuk Hati Kita

Sahabat, pernahkah kamu seperti David? Berteriak kepada Tuhan dengan frustasi, menuntut jawaban segera, tapi merasa seperti Dia tidak mendengar?

Mungkin kamu sedang bergumul dengan:

  • Masalah pekerjaan yang tak kunjung selesai
  • Hubungan yang penuh luka
  • Kesehatan yang mengkhawatirkan
  • Keuangan yang mencekik leher
  • Masa depan yang penuh ketidakpastian

Dan seperti David, kamu berteriak: "Dimana Tuhan sekarang?!"

Tapi tahukah kamu? Tuhan tidak selalu menjawab dengan teriakan. Seringkali Dia berbisik.

Mengapa Dia berbisik? Karena ketika kita mendekat untuk mendengar bisikan-Nya, kita juga mendekat kepada hati-Nya. Dan di situlah kita menemukan sesuatu yang jauh lebih berharga dari hanya sekedar jawaban instan, yaitu kedamaian hati.

Doa di Saat Sunyi

"Tuhan, ampuni kami yang sering berteriak frustasi kepadamu ketika hidup tidak berjalan sesuai keinginan. Ajari kami untuk mendekat kepada-Mu dalam keheningan. Bantu kami mendengar bisikan-Mu di tengah keributan hidup. Berikan kami telinga yang peka untuk mendengar suara-Mu yang lembut. Dalam nama Yesus, kami berdoa. Amin."


Langkah Praktis Mendengar Suara-Nya

1. Ciptakan Ruang Hening

Seperti David yang harus duduk dekat dengan pendeta Samuel, kita perlu menciptakan momen khusus untuk berdiam dengan Tuhan. Matikan HP, cari tempat yang tenang, dan berikan waktu berkualitas untuk-Nya.

2. Berhenti Berteriak, Mulai Berbisik

Ubah gaya doamu. Alih-alih menuntut dan protes, cobalah berbisik kepada-Nya seperti kepada sahabat terbaik. "Tuhan, aku lelah. Tolong bantu aku mengerti rencana-Mu."

3. Dengarkan Lewat Firman-Nya

Seringkali Tuhan berbisik lewat ayat-ayat yang tiba-tiba "melompat" dari halaman Alkitab ke hatimu. Bacalah dengan hati yang terbuka.

4. Perhatikan "Kebetulan" yang Tidak Kebetulan

Tuhan sering berbisik lewat orang-orang yang Dia tempatkan di hidupmu, situasi yang "kebetulan", atau pintu yang terbuka di saat yang tepat.

Comments