Saat Seorang Salesman Menyelamatkan Hati Gadis Penjual Apel

Beberapa tahun lalu, sebuah tim pemasar menghadiri konferensi sibuk di Chicago. Mereka berjanji pada istri masing-masing bahwa mereka akan pulang tepat waktu untuk makan malam bersama pada Jumat malam. Dengan tergesa-gesa, mereka berlari menuju pesawat mereka, koper-koper bergelayut di tangan mereka. Namun, dalam kepanikan itu, satu kejadian kecil mengubah semuanya.

Saat menuju ke pintu masuk, salah satu dari mereka tanpa sengaja menyentuh kotak apel yang dijajakan, menyebabkan apel-apel itu berhamburan ke lantai. Meskipun apel-apel itu berserakan, para pria itu tetap melanjutkan langkah mereka, sadar bahwa kehilangan pesawat berarti keterlambatan yang tidak diinginkan.

Tetapi, ada satu orang yang berhenti. Dia menarik napas dalam-dalam, mendengarkan suara hatinya, dan merasa simpati terhadap gadis yang kehilangan apel-apelnya. Dia memberitahu teman-temannya untuk melanjutkan tanpanya dan segera memberitahu istrinya bahwa dia akan terlambat pulang. Pria itu kembali ke terminal tempat apel-apel itu berserakan.


Pria itu bersyukur atas keputusannya. Ternyata, gadis penjual apel itu buta! Gadis itu menangis, frustrasi tergambar jelas di wajahnya. Sementara yang lain terburu-buru melanjutkan perjalanan mereka, pria itu memutuskan untuk membantu.

Dengan penuh kebaikan, dia berlutut bersama gadis itu, membantu mengumpulkan apel-apel yang tercecer. Setelah semuanya terkumpul, dia membantu menyusunnya kembali di meja. Melihat sebagian apel rusak, dia memisahkan dan menyusunnya dengan hati-hati. Ketika semuanya selesai, dia memberikan gadis itu $40 untuk mengganti kerugian. Dengan lembut, dia bertanya, "Bagaimana keadaanmu?"

Gadis itu menghapus air matanya, tersenyum, dan berterima kasih.

Pria itu berkata, "Saya berharap tindakan kami tidak membuatmu merasa lebih buruk."

Sebelum pergi, gadis itu memanggilnya kembali.

"Tuan..." Pria itu berpaling, menatap gadis itu.

"Apakah engkau Yesus?" tanya gadis itu.

Pria itu terdiam, tak bisa menjawab pertanyaan yang mendalam itu. Namun, pertanyaan itu menghantui pikirannya saat dia menuju penjualan tiket untuk pulang ke rumah dengan pesawat berikutnya.

Kisah ini seperti peringatan untuk kita semua. Terkadang, kehidupan kita begitu terburu-buru sehingga kita lupa untuk berhenti dan membantu orang di sekitar kita. Mungkin kita tidak bisa menjadi Yesus, tetapi kita bisa mencerminkan kasih dan kepedulian-Nya. Sudahkah hidup kita mencerminkan kehidupan Yesus?

Comments