Di sebuah aula gereja yang ramai, suasana meriah merayakan Imlek 2563. Setelah kebaktian lansia selesai, para hadirin berkumpul untuk acara kebersamaan. Tiba-tiba, seorang pemain barongsai tampil dengan enerjik, melompat, maju-mundur, dan berputar diiringi pukulan tambur dan cien-cien.
Apa yang menarik adalah kelakuan unik pemain barongsai ini. Meskipun MC berusaha memberikan petunjuk, seperti "Tuh, di kiri ada angpau!" atau "Ke kanan, ke kanan!" pemain barongsai malah sering bingung arah. Teman yang duduk di dekat saya menyadari bahwa pemain barongsai sepertinya tidak bisa mendengar apa yang dikatakan MC. Dengan keceriaan yang tidak luntur, ia terus mencari angpau dan menyimpannya dalam kantung besar apron yang dipakainya.
Ketika acara berakhir dan pemain barongsai diperkenalkan, terungkaplah kejutan besar. Ternyata, si pemain barongsai adalah seorang ibu lansia berusia 65 tahun. Dulu, ia merupakan anggota paduan suara yang berbakat. Namun, setelah mengalami gangguan pendengaran, ia tidak bisa menyanyi lagi. Meskipun begitu, semangat dan keceriaannya tetap terpancar, dan ia memilih melayani Tuhan dengan cara yang tak terduga, yaitu menjadi pemain barongsai dadakan.
Cerita ini mengingatkan saya bahwa keterbatasan fisik tidak menghalangi seseorang untuk melayani Tuhan dengan penuh semangat. Ada banyak orang seperti itu di sekitar kita. Ada wanita dengan satu mata berfungsi yang menjadi koordinator kelompok doa dan mengajar di Sekolah Minggu. Ada juga yang hanya memiliki satu lengan, namun mampu berkhotbah dengan wajah penuh sukacita. Bahkan, ada yang berjalan terpincang-pincang namun tetap aktif mengurus dekorasi gereja.
Semakin saya renungkan, semakin banyak orang hebat yang memiliki keterbatasan fisik namun tetap fokus dan berkenan kepada Tuhan. Mereka seperti prajurit yang diinginkan Paulus dalam 2 Timotius 2:4, yang tidak memusingkan soal-soal penghidupan mereka. Mereka hanya ingin satu hal: berkenan kepada komandan mereka, Tuhan Yesus.
Mungkin banyak di antara kita yang memiliki kesehatan yang baik dan tubuh yang sempurna. Namun, apakah kita sama bersemangat dan bersukacita dalam melayani Tuhan seperti mereka? Semoga kita dapat belajar dari semangat dan dedikasi mereka yang tetap memberikan yang terbaik bagi Tuhan, meskipun dihadapkan pada keterbatasan fisik. Amin.

Post a Comment