Di suatu desa kecil di Milaor, Camarines Sur, Filipina, hidup seorang anak laki-laki kelas 4 SD yang penuh dengan rasa syukur. Namanya Andoy, dan tak ada satu situasi pun yang bisa membuatnya kehilangan senyuman. Setiap hari, Andoy harus berjalan kaki melintasi daerah berbatu dan menyeberangi jalan raya berbahaya untuk sampai ke sekolahnya. Namun, setelah berhasil menyeberangi jalan, Andoy selalu mampir sebentar ke gereja untuk berdoa.
Pdt. Agaton, pendeta gereja setempat, tidak bisa tidak terharu melihat kesetiaan dan iman yang tulus dari Andoy. Suatu hari, ketika Andoy hendak masuk ke gereja, Pdt. Agaton menyapanya.
Bpk. Pdt: "Selamat pagi, Andoy. Bagaimana kabarmu? Apakah kamu akan pergi ke sekolah?"
Andoy: "Ya, Bapa Pendeta!" jawab Andoy dengan senyum cerah.
Bpk. Pdt: "Mulai sekarang, aku akan membantumu menyeberangi jalan raya setiap kali kamu harus melintasinya."
Andoy: "Terima kasih, Bapa Pendeta."
Bpk. Pdt: "Sekarang, apa yang akan kamu lakukan?"
Andoy: "Aku hanya ingin menyapa Tuhan Yesus... Sahabatku."
Andoy memasuki gereja sementara Pdt. Agaton diam-diam menyaksikan kebaikan hati anak ini. Andoy mulai berbicara kepada Tuhan.
Andoy: "Tuhan, ujian matematikaku tadi sangat sulit, tapi aku tidak mencontek seperti teman-temanku. Ayahku mengalami kesulitan finansial, dan kami hanya punya sedikit makanan. Terima kasih atas kuenya, Tuhan. Aku tadi melihat seekor anak kucing lapar dan memberikannya kueku yang terakhir. Anehnya, aku tidak merasa lapar. Sepatuku mulai usang, dan mungkin minggu depan aku harus berjalan tanpa sepatu. Tapi itu tidak apa-apa, yang penting aku bisa pergi ke sekolah.
Orang-orang di desa mengalami kesulitan saat ini, beberapa temanku bahkan harus berhenti sekolah. Tolong bantu mereka agar bisa kembali sekolah.
Ibuku memukulku lagi. Itu sakit, tapi aku tahu dia lelah dan khawatir tentang makanan dan biaya sekolahku. Tolong jangan marahi ibuku, Tuhan. Aku tahu Engkau bisa menyembuhkan lukaku. Ini bekas lukanya. Tolong jaga ibuku, ya? Dan jangan marahi dia. Dia hanya cemas.
Oh ya, Tuhan, aku rasa aku sedang jatuh cinta. Ada seorang gadis cantik di sekolahku. Apakah menurut-Mu dia akan menyukaiku?
Bagaimanapun, aku tahu Engkau selalu menyukaiku. Aku tidak perlu menjadi orang lain untuk membuat-Mu senang. Engkau adalah sahabatku.
Hari ulang tahun-Mu hanya dua hari lagi, Tuhan. Apakah Engkau senang? Aku punya hadiah untuk-Mu, sebuah kejutan, dan aku harap Engkau suka. Aku harus pergi sekarang. Selamat siang, Tuhan."
Setelah berbicara dengan Tuhan, Andoy keluar dari gereja dan memanggil Pdt. Agaton.
Andoy: "Pak Pendeta, Pak Pendeta, aku sudah selesai berbicara dengan Sahabatku, Tuhan Yesus. Sekarang, apakah Anda bisa menemaniku menyeberangi jalan?"
Setiap hari setelah itu, Pdt. Agaton menemani Andoy menyeberangi jalan raya yang berbahaya.
Pdt. Agaton berbagi kisah ini kepada jemaatnya setiap hari Minggu. Ia merasa takjub melihat iman dan rasa syukur murni yang dimiliki oleh Andoy, bahkan di tengah situasi sulit.
Namun, saat hari Natal tiba, Pdt. Agaton jatuh sakit dan tidak dapat memimpin gereja. Pengelolaan gereja diserahkan kepada empat wanita tua yang selalu murung dan selalu menyalahkan orang lain.
Pada tanggal 25 Desember, Andoy datang ke gereja dengan niat baik untuk menyapa Tuhan. Namun, empat wanita tua tersebut tidak menghargainya.
4 Wanita: "Kurang ajar, anak kecil! Apakah kamu buta? Kami sedang berdoa di sini! Keluar!"
Andoy terkejut karena belum pernah diusir dari gereja oleh Pdt. Agaton.
Andoy: "Di mana Bapa Pendeta? Dia selalu menyuruhku masuk melalui pintu belakang gereja. Dan hari ini, saya harus menyapa Sahabatku, Tuhan Yesus. Hari ini adalah hari ulang tahun-Nya, dan saya punya hadiah untuk-Nya."
Andoy ingin mengambil hadiah dari dalam bajunya, tetapi salah satu dari empat wanita tua itu menarik bajunya dan mengusirnya. Andoy merasa sedih dan bingung, tapi ia tidak punya pilihan lain selain menyeberangi jalan sendirian.
Ketika menyeberangi jalan, sebuah insiden mengerikan terjadi. Saat Andoy berada di tikungan yang tak terlihat, sebuah bus datang dengan kecepatan tinggi dan tidak bisa menghindari anak itu. Bus itu berhenti mendadak setelah terjadinya kecelakaan. Orang-orang di sekitarnya berhamburan dan mengelilingi tubuh Andoy yang sudah tak bernyawa.
Tiba-tiba, seorang pria berjubah putih muncul dari dalam kerumunan, dengan wajah lembut yang penuh dengan air mata. Ia memeluk tubuh Andoy dan menangis.
Orang-orang: "Maaf, apakah Anda keluarganya? Apakah Anda mengenalnya?"
Pria berjubah putih itu tidak menjawab. Ia hanya mengatakan, "Anak ini namanya Andoy, dan dia adalah sahabatku."
Lalu, dia mengambil hadiah dari dalam baju Andoy dan pergi, meninggalkan kerumunan yang semakin penasaran.
Malam itu, Pdt. Agaton menerima berita yang mengejutkan. Ia berkunjung ke rumah Andoy dan bertemu dengan orangtua anak itu. Mereka bercerita tentang pria berjubah putih yang datang membawa Andoy pulang.
Pdt. Agaton: "Apa yang dikatakan pria itu?"
Ayah Andoy: "Dia tidak mengucapkan sepatah kata pun. Dia sangat berduka. Kami tidak mengenalnya, tetapi dia terlihat sangat sedih. Tetapi ada ketenangan yang sulit dijelaskan yang menyelimuti dirinya. Dia menyerahkan putera kami, tersenyum lembut, membelai rambut Andoy, mencium keningnya, dan berkata, 'Terima kasih untuk hadiahmu. Aku akan segera bertemu denganmu. Engkau akan bersamaku.'"
Pdt. Agaton: "Dia hanya berbicara dengan Tuhan Yesus."
Andoy sekarang berada di surga bersama Tuhan Yesus. Ia adalah contoh kehidupan yang selalu bersyukur, bahkan di saat kesulitan. Kisah Andoy menginspirasi banyak orang, dan kita semua berharap bisa mengikuti jejaknya ke surga nanti.
Semoga kisah Andoy ini mengingatkan kita akan pentingnya iman, syukur, dan kebaikan hati dalam hidup kita. Bagikan cerita ini kepada teman-teman dan keluarga Anda agar lebih banyak orang bisa menginspirasi dan berbagi cinta di dunia ini. Hanya bagi Tuhan segala hormat dan kemuliaan selama-lamanya.

Post a Comment